1.1 Latar
Belakang Pertambangan.
Pertambangan pasir, adalah jenis
pertambangan yang bisa dibilang umum dan marak ditemukan di Kabupaten Tabalong.
Pertambangan Pasir di daerah Tabalong jumlahnya pun lumayan banyak tersebar
diseluruh daerah-daerah sepanjang aliran sungai Tabalong. Ada dua jenis
pertambangan pasir di Kabupaten Tabalong, yaitu pertambangan pasir secara
tradisional mengambil pasir dari sungai dengan alat sederhana, dan pertambangan
pasir yang lebih modern menggunakan mesin penyedot langsung ke sungai.
Dalam kegiatannya, pertambangan pasir
ini bisa dibilang hubungannya dengan masyarakat cukup baik dalam artian jarang
terjadi gejolak dari masyarakat, dibeberapa Kasus Lokasi pertambangannya
yang tidak terlalu dekat dengan perumahan warga, dan tidak adanya efek langsung
dari kegiatan pertambangan pasir yang merugikan warga sekitar. Efek langsung
yang dimaksud disini adalah semisal suara, ataupun bau yang mengganggu
masyarakat, hal ini menyebabkan biasanya pertambangan ini berjalan dengan
lancar tanpa ada hambatan berarti dari masyarakat. Permasalahan jangka panjang
yang muncul adalah berkurangnya kejernihan air, terjadinya erosi pantai,
berkurangnya habitat ikan, pendangkalan sungai, dan terjadinya longsor di
pinggiran sungai merupakan efek jangka panjang yang harus diterima.
Berkembangnya pembangunan dikabupaten
tabalong, membuat kebutuhan akan pasir untuk bahan bangunan semakin besar. Hal
ini menyebabkan semakin maraknya penambangan pasir. Namun, yang jadi
permasalahan adalah maraknya penambang pasir tak berijin atau ilegal. Hal ini
tentu menjadi permasalahan dan catatan tersendiri bagi pemerintah daerah
kabupaten Tabalong khususnya.
1.2 Landasan Teori.
Berdasarkan istilah dalam UU No. 11/1967
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan. Pada Pasal 3 disebutkan, (1)
Bahan-bahan galian dibagi atas tiga golongan: a. golongan bahan galian
strategis; b. golongan bahan galian vital; dan c. golongan bahan galian yang
tidak termasuk dalam golongan a atau b.
Terminologi bahan galian golongan C
yang sebelumnya diatur dalam UU No 11 Tahun 1967 telah diubah berdasarkan UU No 4 Tahun 2009,
menjadi 'batuan', sehingga penggunaan istilah bahan galian golongan C sudah
tidak tepat lagi dan diganti menjadi 'batuan'.
1.3 Pembahasan.
Penambangan pasir merupakan kegiatan
ekonomi yang menjanjikan melihat dari perkembangan pembangunan yang terus
meningkat yang membutuhkan pasir sebagai bahan bangunannya. Harus diakui bahwa
dengan penambangan pasir mampu mengangkat ekonomi warga sekitar dan tidak
sedikit warga kabupaten tabalong yang menggantungkan hidup di kegiatan ini.
Namun, dibalik keuntungan yang
menjanjikan memiliki dampak yang cukup besar terhadap lingkungan, proses
penambangan pasir menggunakan alat yang lebih modern yaitu dengan menyedot
pasir dari dasar sungai dengan alat dumping dan menumpukkan pasir di tepi untuk
dikeringkan sedangkan airnya kembali dialirkan kesungai. Hal ini tentu
memberikan dampak yang tidak baik untuk lingkungan seperti berkurangnya
kejernihan air yang mengalir ke daerah hilir sungai, terjadinya erosi pantai,
berkurangnya habitat ikan, pendangkalan sungai, terjadinya longsor di pinggiran
sungai, sampai rusaknya jalan-jalan di desa karena lalu-lalang kendaraan berat
pengangkut pasir yang lewat.
Kegiatan penambangan pasir, meskipun
menimbulkan dampak yang negatife terhadap lingkungan tidak seta merta membuat
masyarakat terganggu. Banyaknya masyarakat sekitar penambangan pasir illegal
yang menggantungkan hidupnya untuk bekerja di usaha ini membuat mereka
mendukung bahkan melindungi kegiatan usaha ini. Hal ini dirasa wajar karena
mereka memperoleh keuntungan langsung secara material dalam kegiatan ini
sehingga wajar jika mereka mendukung kegiatan ini tanpa memperdulikan efek
lingkungan yang akan terjadi.
Menurut Kepala Dinas Energi dan Sumber
Daya Mineral (ESDM) H Imam Fahruallazi, “jumlah penambang pasir illegal sudah
terlalu banyak”. Terlibatnya masyarakat sekitar dalam kegiatan ini membuat
kegiatan ini semakin bertambah tiap tahunnya. Untuk itulah pihaknya sudah
membicarakan dengan DPRD Tabalong agar pada triwulan pertama ini bisa dibahas
untuk regulasi bagi penambang pasir.
Untuk sementara ini karena belum ada
perda maka keberadaan penambang pasir diserahkan ke kepala desa dan camat
setempat untuk melakukan pengelolaan.
Penertiban keberadaan tambang pasir
illegal ini tidak akan mudah, mengingat banyaknya warga sekitar yang
mengandalkan kegiatan ini. Perlu adanya perencanaan yang lebih matang agar
penertiban tidak menimbulkan dampak yang merugikan masyarakat.
Kepala Dinas Pertambangan Tabalong,
Imam Fahrullazi di Tanjung, Senin, menjelaskan, wilayah pertambangan rakyat
(WPR) ditetapkan oleh bupati dengan mengacu pada undang-undang nomor 4 tahun
2009 tentang pertambangan mineral dan batubara.
"Rencananya mulai 2015 kita akan mengumpulkan data terkait wilayah pertambangan rakyat yang ada di Tabalong sebagai upaya pemerintah kabupaten menertibkan penambangan rakyat ilegal," ujarnya.
Mengacu Pasal 1 ayat 32 UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, WPR ditetapkan oleh bupati/walikota setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota.
"Rencananya mulai 2015 kita akan mengumpulkan data terkait wilayah pertambangan rakyat yang ada di Tabalong sebagai upaya pemerintah kabupaten menertibkan penambangan rakyat ilegal," ujarnya.
Mengacu Pasal 1 ayat 32 UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, WPR ditetapkan oleh bupati/walikota setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota.
Dengan kriteria penambangan rakyat
diantaranya adanya cadangan mineral sekunder yang terdapat di sungai dan/atau
di antara tepi dan tepi sungai, cadangan primer logam atau batubara dengan
kedalaman maksimal 25 meter.
Sedangkan untuk luas maksimal wilayah
pertambangan rakyat adalah 25 hektare dan Wilayah atau tempat kegiatan tambang
rakyat yang sudah dikerjakan sekurang-kurangnya 15 (lima belas) tahun.
Kabid Pengawasan, Dinas Pertambangan
Tabalong, Bambang Irawinadi menambahkan, terkait penertiban penambangan rakyat,
khususnya kegiatan penyedotan pasir di sepanjang Sungai Tabalong sudah
dilakukan beberapa kali mengingat dampaknya selain menyebabkan makin keruhnya
air sungai, juga longsor di sejumlah ruas jalan yang berada di bantaran sungai.
"Sebelumnya kita melakukan rapat dengar pendapat dengan anggota dewan terkait upaya penertiban penambangan rakyat di Tabalong dan Dinas Pertambangan memang punya kewenangan mengeluarkan izin pertambangan rakyat, khususnya penyedotan pasir namun tingkat produksinya atau jenis mesin penyedot yang digunakan harus sesuai standar yang ditetapkan dalam aturan pertambangan," ujar Bambang.
"Sebelumnya kita melakukan rapat dengar pendapat dengan anggota dewan terkait upaya penertiban penambangan rakyat di Tabalong dan Dinas Pertambangan memang punya kewenangan mengeluarkan izin pertambangan rakyat, khususnya penyedotan pasir namun tingkat produksinya atau jenis mesin penyedot yang digunakan harus sesuai standar yang ditetapkan dalam aturan pertambangan," ujar Bambang.
Data di Dinas Pertambangan Tabalong,
kegiatan penyedotan pasir mencakup wilayah selatan, tengah maupun utara
Tabalong dan tidak semuanya masih ilegal karena belum memiliki izin
pertambangan rakyat.
Di wilayah selatan, kegiatan penyedotan
pasir di sepanjang Sungai Tabalong diantaranya di Kecamatan Kelua, Banua Lawas,
Pugaan dan Muara Harus.
Di Kecamatan Haruai, Muara Uya dan Upau
kegiatan penyedotan pasir juga mulai marak, dampaknya sejumlah jalan dan
jembatan rusak ambruk karena longsor yang dipicu kegiatan penambangan rakyat.
Hingga pada akhirnya, tetap diperlukannya
kepedulian masyarakat terhaap lingkungan untuk menjaga dan tidak merusak
kekayaan alam yang dimiliki. Boleh saja memanfaatkan kelebihan sumber daya
mineral yang dimiliki, tetapi tentunya harus dengan bijak dan berlandaskan
kepada asa perduli lingkungan hidup demi kelangsungan sumber daya yang
berkelanjutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar